Spoiler-man

Cerpen: HAI

11:18 pm

“Hai!”
  Brak! Bunyi pintu yang dibanting terdengar keras di koridor kos-kosan tempat ku berteduh. “Duh, siapa sih yang malem-malem banting pintu?!” pikirku. Aku sedang mengerjakan skripsi yang begitu menyita waktuku merasa terganggu. Yaahh, lebih tepatnya aku terganggu oleh kejenuhan otakku yang sudah muak oleh semua hal yang berbau skripsi. Apa boleh buat? Toh itu kewajibanku sebagai mahasiswi. Karena kejadian tadi pikiranku jadi melanyang kesana kemari memikirkan siapa yang membanting pintu disaat waktunya semua orang istirahat.Sudah kukira, ternyata yang membanting pintu tadi malam itu teman kosku yang kebetulan kamarnya bersebelahan dengan kamarku. Namanya Davidio, ia biasa dipanggil Davi. Saat sarapan, aku bertanya kepadanya apakah dia mendengar suara orang yang membanting pintu tadi malam. Davi hanya menjawab dengan singkat “Ya, itu aku.” Katanya murung. Melihat tampangnya yang sedang kesal, aku tidak berani bertanya lebih jauh lagi.Davi memang akhir-akhir ini selalu terlihat murung, stres, pucat, dan seperti orang yang kurang tidur. Aku sering melihatnya malam-malam naik keatap rumah. Sempat aku mengiranya hantu, karena tengah malam saat aku haus dan mengambil minum, aku melihatnyaa sekilas menaiki tangga ke atap.Karena wajahnya yang agak sangar, aku takut untuk bertanya kepadanya ada masalah apa dengannya. Aku memang bukan teman baiknya. Sejak aku nge-kos disini, paling-paling aku hanya berinteraksi dengannya dengan kata “Hai.” Atau “Boleh pinjem charger?”. Itu pun selalu dijawabnya dengan singkat “Ya” dan “Tidak”.Kata orang-orang kos sih sifatnya dari dulu seperti itu, Pendiam. Aku selalu berniat mencoba untuk berteman dengannya. Tapi, rasa takut mengalahkanku. Kadang kala aku berpikir “Siapa suruh punya muka ganteng tapi sangar!”. Tapi kan itu semua  bukan dia yang minta.Pagi ini aku bertekad untuk menyapa dan mengajaknya ngobrol. Setelah mandi dan siap-siap berangkat ke kampus. aku langsung pergi ke ruang makan, kulihat ia sedang makan pancake sendirian. “Hai, sendirian aja nih?” tanyaku seraya mengambil pancake bagianku. Namun, ia tak menjawab satu patah kata pun. “Humm.. nggak ngaruh kayaknya” pikirku. Aku tetap mencoba menarik perhatiannya, “Ada kelas jam berapa hari ini? Pagi lagi ya? Lo skripsi gimana perkembangannya?”. Davi Cuma diam, “Ishh, ada orang nanya bukannya dijawab!” kataku.“lo maunya gua jawab apa?! Pertanyaan lo tuh basi, pertanyaan yang gaperlu jawaban. Udah tau gua udah siap pagi-pagi ya berarti gua ada kelas pagi! Dan satu lagi, GUE LULUS MASIH LAMA DAN GUE  GA ADA TUGAS SKRIPSI!” ujarnya. Aku hanya diam. “OH IYA~!” Kataku dalam hati. “Tapi seenggaknya lo jawab dong, apa susahnya sih. ga sopan tau!”. Tiba-tiba dia malah menggebrak meja dan pergi gitu aja. Aduuh kok jadi kayak gini sih!. Padahal kan tadinya aku mau ngajak dia berangkat ke Kampus bareng. Aku ga nyerah gitu aja buat ngedeketin Davi.Malamnya, saat aku selesai mengerjakan sebagian skripsiku, aku menunggu davi naik ke atas atap lagi. Supaya aku bisa ikut naik ke atas. Beberapa jam sudah berlalu, tapi tak kunjung ku lihat sesosok Davidio Darmawan yang keluar dari kamarnya. ‘Tik…Tik…Tik..” Aku merasa waktu berjalan terasa sangat pelan saat itu. Saat ku lihat jam di dekat perapian, jam sudah menunjukan pukul 11 malam. “Akh! Hari ini dia lagi nggak mood ke atap kali.” Desahku. Saking lelahnya, aku pun menyerah dan pergi tidur.Esok paginya, aku langsung pergi ke meja makan supaya bisa makan bareng Davi dari awal dia makan. Tapi, sayangnya Davi nggak ada disana. Akhirnya aku makan waffels  sendirian pagi itu. Pikiranku hanya bertuju kepada keberadaan Davi. Di Kampus pun tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.Sekitar pukul 5 sore, aku pulang ke tempat kos.  Aku kaget sekali saat melihat tempat kosku di kerumuni warga dan disitu juga terdapat banyak polisi dan ada ambulance yang terparkir rapih di halaman depan. Aku langsung buru buru masuk ke dalam tempat kosku. Disitu aku melihat seorang ibu sedang menangis yang kukenal sebagai orangtua Davi. “Ibu, ini ada apa?” tanyaku. Lalu tiba-tiba ia menjerit histeris. “INI SEMUA SALAH KU!! Tidak seharusnya aku membuatnya gelisah oleh masalah ku sendiri!!”. Sambil ku mengelus-elusnya aku bertanya lagi “Ibu, ini ada apa bu? Apa ada kaitannya dengan Davi?”.Saat aku berusaha mencari tahu masalahnya, tiba-tiba ada orang yang menggotong sesosok tubuh tak bernyawa keluar dari kamar. Dan ternyata itu adalah DAVI. Aku shock waktu melihatnya didepan mata kepalaku sendiri. Rasa ngeri ngerasuki tubuhku. Davi, Davidio Darmawan teman kos ku selama 2 tahun itu sudah berbaring tak bernyawa.Aku yang baru saja ingin menyelidiki kepribadiannya, langsung berdiri tengang melihat jasad itu dibawa keluar oleh petugas. Davi di vonis overdosis oleh dokter. Aku sampai sekarang ini masih dihantui rasa penasaran akan sesosok Davi yang misterius dan cool. Tapi itu semua sudah terlambat untuk aku lakukan. “KENAPA NGGAK DARI DULU AKU DEKETIN DIA!” geramku.    

You Might Also Like

0 comments

SUBSCRIBE


unemenel

unemenel